Mendengar saja membuatku tertarik, untuk mengikuti perjalanan menuju hutan Mangrove yang terletak di Dusun Bloksolo Desa Sumberasri Kecamatan Purwoharjo Kabupaten Banyuwangi. Berbagai persiapan pun aku lakukan, terutama seperangkat kameraku yang sudah kubersihkan dan siap untuk ’perang’ mengabadikan moment indah disana.
Hutan mangrove itu menaungi perairan Blok Bedul. Blok Bedul merupakan daerah hilir dari DAS Stail. Aliran sungai itu membentuk rawa air payau. Warga sekitar menyebut kawasan ini dengan segara anakan.Wilayah ini masuk dalam kawasan Taman Nasional Alas Purwo (TNAP). Wisata Mangrove Bedul memang terletak di tengah-tengah antara pantai Grajagan dan Purwo serta Plengkung (G-Land).
Dona Using dan Mr. Aekanu sudah bersiap untuk melakukan perjalanan ini. Dari tempat tinggalku, lokasi hutan magrove ini lumayan jauh. Kurang lebih 2 jam.
Pemandu lainya, yang tidak lain adalah karang taruna desa juga sudah menunggu. Selain itu, Japan International Cooperation Center (JICA), yang juga tergabung dalam tim perjalanan ini sudah menunggu disana desa bloksolo.
Setibanya di dusun bloksolo, kami berkumpul di kantor kepala desa untuk persiapan pemberangkatan. Setelah itu, kita melanjutkan perjalanan ke Hutan Mangrove.
Untuk sampai ke hutan Mangrove, Desa Bloksolo Desa Sumberasri, Kecamatan Purwoharjo, kita harus terlebih dahulu menyusuri areal pertanian yang cukup luas. Mulai dari kebun jeruk dan hasil pertanian lainnya, tumbuh subur di wilayah tersebut. Suasananya sangat segar dan tidak ada lalu lalang kendaraan, hanya terlihat para buruh pertanian yang menaiki sepeda othel berada di sekitar lokasi tersebut.
Setibanya di jalan masuk desa wisata itu, dua mobil yang kami gunakan pun diparkir. Karena, untuk menuju kawasan mangrove jalan yang dilalui cukup sulit dan berliku hanya bisa dilewati menggunakan kendaraan roda dua. Bahkan, untuk menuju ke perahu yang kita gunakan untuk keliling hutam magrove perlu stamina yang cukup. Jalan lumpur harus kita lalui dengan hati – hati. Bahkan, tidak sedikit yang tidak memakai sandal.
Para pekerja desa wisata sudah menyiapkan kendaraan roda dua yang akan kami gunakan. Setelah siap, semuanya pun berangkat menuju kawasan mangrove. Saya, Aekanu Haryono staf Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dona using sebagai guide sekaligus pecinta alam Banyuwangi dan Gigih Komunitas Fotografi Banyuwangi bersama 10 orang karang taruna kawasan mangrove, enam penggurus desa wisata, dan tiga orang dari Japan International Cooperation Center (JICA) Oktovina Trisia Windrati assistant expert of training sub sectoral program on mangrove project JICA, Roy Pahala dan Jaka harus bersabar melalui jalan berliku.
Sejauh mata memandang, semua terlihat sangat indah dan menyejukkan mata. Hutam magrove yang sangat indah, burung elang yang memiliki sayap yang cantik mulai menampakkan keanggunannya. Selain itu, di kawasan mangrove juga ditemui pencari ikan. Yang memakai perlengkapan selam seadanya. Tanpa memakai pengaman kaki dan pelindung pernafasan mereka terlihat asyik dan santai.
Setelah melalui jalan berliku akhirnya kita pun tiba. Pemandangan yang indah di Pantai Wisata Bedul Alas Purwo membuat saya ingin mengabadikan pemandangan tersebut. Perahu dengan berbagai ukuran pun terparkir di kawasan tersebut. Memasuki areal tersebut, saya harus berjalan sangat hati-hati. Jalanya licin dan berlumpur. Sebagian dari kita menggunakan sepatu boot, dan sepatu karet. Yang tidak kebagian terpaksa menitipkan sandal dan sepatunya di rumah penduduk sekitar.
Saya pun terpaksa bertelanjang kaki karena tidak kebagian sepatu boot. Daripada terjatuh mendingan bertelanjang kaki. Tanpa beristirahat, kita langsung melanjutkan perjalanan berikutnya. Yakni menyusuri hutan mangrove menggunakan gethek (perahu dari kayu). Perahu berukuran besar, sudah disediakan.
Beberapa nelayan di sekitar lokasi tersebut, hanya melihat kedatangan kita. Mereka juga tersenyum, ketika saya mengabadikan gambarnya ketika dia berada diatas perahu. Pak Usman sopir gethek, sudah berteriak agar semuanya bersiap untuk berangkat. Mesinnya sudah berbunyi dan kita berangkat. Selama perjalanan menuju Gudang Seng, Oktovina tidak henti-hentinya menjelaskan spesies mangrove yang tumbuh subur di daerah tersebut.
Ombak pasang dan hembusan angin kencang tidak menyurutkan semangat kita, menuju Gudang Seng kawasan mangrove yang memiliki banyak spesies. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 6 kilometer, akhirnya kita tiba di sana. Perahu yang sudah rusak dalam keadaan terparkir dan terlihat sebuah gubuk yang rusak yang menjadi tanpa kita sudah tiba di tempat tujuan.
Setibanya disana guide atau pemandu langsung mencari salah satu spesies mangrove. Mereka berpencar masuk ke pedalaman kawasan mangrove. Selama 15 menit, mereka mencari apa yang sudah diperintahkan oleh Oktovina.
Selama 15 menit, akhirnya mereka kembali membawa tumbuhan mangrove. Usai berjalan kaki menyusuri kawasan pedalaman mangrove, kita pun kembali. Selama istirahat kita, sempatkan untuk memotret kawasan tersebut. Disana kita juga menemukan berbagai spesies hewan seperti Uka kepiting kecil berwarna merah, kepiting pendaki, kerang dan lainnya.
Ada empat jenis bibit yang ditanam yakni Sonneratea Casiolaris, Cariops Sp, Bruguera Sp dan Rizhophora Sp.
Waktupun begitu cepat berlalu. Kita harus kembali ke Pantai Wisata Bedul. Setelah semuanya siap naik dan berangkat, nasib baik tidak berpihak kepada kita. Gethek yang kami naiki macet dan tidak bisa berjalan. Air laut pun pasang. Perahu Mogok dan Perahu Nyaris Dihantam Ombak Pasang
Rupanya mempersiapkan Desa Wisata Mangrove tidak semudah yang dibayangkan. Kita harus siap dengan berbagai kemungkinan sore itu. Tidak bisa kembali pulang alias menginap di areal hutan. Dengan bekal yang sangat terbatas. Atau kembali pulang dengan selamat.
Sore itu rupanya dewi Fortuna tidak berpihak kepada kita. Meski semuanya sudah siap diatas gethek namun mesin tidak bisa berbunyi hingga 30 menit. Sebagian dari kita pun sempat panik dan tidak sedikit dari kita yang berdoa. Menghilangkan kepanikan, Okto membuat tebak-tebakan untuk mengilangkan kepanikan. Sedangkan pak Usman, bekerja keras untuk berusaha menghidupkan mesin.
Sayangnya, mesinya pun tidak bisa hidup malahan mesinya mengeluarkan asap dan percikan api. Aku sudah berfikir untuk kemungkinan yang terburuk, bahwa harus menginap di hutan magrove dan harus kencangkan ikat pinggang. Karena, bekal yang sangat sedikit itu harus dibagui dengan banyak orang.
Kita pun berusaha untuk tidak panik. Sembari terus berdoa. Setelah, didiamkan beberapa saat dan dihidupkan kembali akhirnya gethek bisa hidup. Kita semua langsung bertepuk tangan. Saya pun bisa tersenyum kembali dan mengucap syukur. Wajah Pak Usman yang tadinya tegang dan tidak bisa tersenyum, sekarang bisa tersenyum lepas bahkan tertawa terbahak bahak melihat perahunya bisa dihidupkan lagi.
Diatas ombak yang pasang, Gethek berputar haluan, dan melanjutkan perjalanan kembali ke desa bloksolo. Selama perjalanan selain menikmati pemandangan mangrove kita juga melihat burung Elang laut perut putih (Haliaeetus Leucogaster) yang berterbangan di atas kita. Berbagai kekayaan keaneka ragaman tersimpan di hutan bedul. Tidak salah, rupanya aku mengatakan hutan mangrobe bedul sebagai surga dunia di Banyuwangi.
Tidak hanya itu, kita juga menyaksikan para nelayan mencari kerang dengan peralatan yang sangat sederhana. Mereka melambaikan tangan, ketika kita melewati mereka. Ombak pun semakin besar, gethek yang kita naiki nyaris terhempas ombak. Aku langsung memegang erat kameraku. Maklum, belum memiliki pelindung kamera anti air.
Selain melindungi kamera, tanganku saling berpegangan dengan Sri. Maklum, perahu gethek tidak memiliki pelindung seperti pelampung. Dan tidak semua, tim yang ikut perjalanan ini bisa berenang. Lagi – lagi, jantungku berdetak kencang namun semua itu sangat menyenangkan. Kita semua bisa menikmati perjalanan yang indah ini. Meski, adventure yang kita lakukan sangat menegangkan.
Sri salah satu tim langsung menangis histeris. Raut wajahnya langsung memerah dan air matanya langsung berlinang di pipi. Pasalnya, air sudah masuk kedalam gethek. Goyangan ombak begitu keras menghantam gethek. Pucat pasi, itulah wajahku saat itu. Namun, aku berusaha untuk tenang dengan memainkan kameraku dan mengabadikan semua yang kulihat dengan mataku.
Setelah ombak tidak lagi pasang, gethek berlabuh seperti biasanya. Dan akhirnya kita pun sampai di pantai Bedul. Setibanya disana, kita berjalan kaki untuk sampai di desa bloksolo. Air pasang setinggi lutut orang dewasa, kita pun berjalan dengan sangat hati-hati.
Suatu perjalanan yang sangat menegangkan sekaligus menyenangkan. Tx to Mr. Aekanu dan Dona Using 4 the Adventure.