Ketika Kakiku Menginjakkan tanah Betawi..
aku hanya bisa terdiam dan Terpaku. Ketika Melihat begitu banyak Manusia yang berusaha untuk bertahan hidup di ibu kota. Di sela-sela gedung bertingkat, di kolong jembatan, di pinggir rel Kereta api, di pinggir sungai yang kumuh, mereka terus mencari apa yang mereka cari. Untuk memenuhi kebutuhan hiduP sehari - hari. Yang paling penting adalah untuk mengisi perut.
Mereka mengais sampah dan tidak sedikit penjual makanan dengan bersusah payah mendorong gerobaknya. tukang ojek, tukang sol sepatu, hingga pengemis, bahkan banyak dari anak - anak yang sebenarnya merasakan indahnya dunianya, mereka malah berada di pinggir jalan raya untuk menjadi gepeng.
Yang membuat aku lebih terpaku adalah melihat puluhan ribu rumah yang sangat sempit, dari gang satu ke gang yang lain. Bahkan, yang lebih miris, di dalam satu kamar kost yang sangat sempit hidup pasangan suami istri dan ketiga anak mereka. Berasal dari ambon, mereka mengadu nasibnya di Ibu Kota.
Tidak hanya itu, banyak juga rumah yang berdekatan dengan sungai, got yang sangat kotor hingga warung yang dekat dengan tempat pembuangan sampah akhir.
Di Sisi Lain, Aku Melihat deretan rumah mewah yang berada di pinggir jalan raya. Catnya putih bersih, pagarnya tinggi, halamannya luas, garasi mobilnya besar dan isinya pun banyak. Pokoknya jauh dari kesan kumuh dan kotor.
Bahkan, banyak rumah yang punya pos satpam dan dijaga dengan dua orang penjaga bertampang serem.
Mungkin, baru itu yang terekam dalam mataku ketika sepekan aku berada di tanah betawi.
Kesenjangan sosial di Indonesia, sangat kentara.
Seperti Lagu yang dibawakan Maestro dangdut Rhoma Irama. ''Yang Kaya Makin Kaya, Yang Miskin Makin Miskin'.
Seharusnya, pemerintah tidak hanya tutup mata, tutup telinga dan tutup mUlut melihat realita yang ada.
Melihat hal ini, jadi teringat apa yang dikatakan temanku Daisuke Miyose, bahwa di Jepang kesenjangan sosial dan perbedaan tingkat hidup masyarakat sangat tipis sekali. Sehingga, semua masyarakat bisa hidup sejahtera.