26/05/11

Penari Seblang Yang Putus Sekolah Karena Tidak Ada Biaya


GENERASI : Suidah duduk bersama neneknya Yuni yang dulunya juga menjadi penari seblang

Keturunan dan masih perawan merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh seluruh penari seblang dari masa ke masa. Suidah, 13, penari seblang 2009 ini, merupakan keturunan dari penari seblang Suidah 1960 – 1963. Sayangnya, selama ini penari seblang selalu remaja yang putus sekolah karena masalah ekonomi. Pemkab Banyuwangi pun rupanya tidak pernah mempedulikan. Padahal, seblang sudah menjadi agenda tahunan budaya Banyuwangi.
Suara angklung paglak terdengar sayup – sayup ditelingga masyarakat sekitar Desa Olehsari kecamatan Glagah. Suara angklung paglak yang berada di pinggir jalan raya Ijen itu merupakan tanda bahwa desa tersebut sedang punya gawe.
Kalangan bapak – bapak dan pemuda desa, mulai mempersiapkan segala sesuatunya. Termasuk pentas yang akan digunakan untuk penari seblang.
Jarak dari pentas seblang ke rumah Suidah, 13, yang merupakan penari terpilih tahun 2009 ini cukup jauh. Setelah melewati gang kecil, lalu memasuki jalan setepak sejauh 200 meter terlihat sebuah bangunan rumah yang sangat sederhana dan terbuat dari gedek.
Di depan rumah tersebut, terlihat Suidah dan nenek kesayanganya Yuni, 80, yang tidak lain adalah mantan penari seblang tahun 1960 – 1963. Mereka terlihat berbincang – bincang santai. Sesekali mereka bersenda gurau.
Anak pasangan Sahe, 48, dan Alm. Sunaiyah ini sejak usia 7 bulan memang diasuh oleh Yuni. Sekarang Suidah tinggal bersama neneknya dan kakak kandungnya Hariyanto. Sehari – hari, Suidah hanya membantu neneknya di rumah yang sangat sederhana itu. Dia sudah nganggur selama dua tahun.
Maklum, Suidah yang hanya lulusan SD Olehsari tidak bisa melanjutkan sekolah ke jenjang SMP. Karena, keterbatasan biaya maka Suidah memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikannya. Padahal, dari lubuk hatinya yang paling dalam Suidah sangat ingin sekolah ke tingkat SMP. ’’Sebetulnya, saya ingin sekali sekolah. Apalagi kalau melihat teman – teman bersekolah. Rasanya pengen nangis,’’ kata gadis kelahiran 1996 itu.
Suidah hanya bisa merenungi nasibnya dan merasa tidak ada yang harus dia lakukan. Dia mengatakan mau bekerja tapi mana ada yang menerima lulusan SD. Kendati demikian, Suidah tidak pernah mau berpangku tangan. Sesekali, dia membantu neneknya membersihkan rumah.
Namun begitu terpilih menjadi penari seblang, dia langsung terlihat bahagia. Karena, dengan menjadi penari selama tujuh hari berturut – turut membuat gadis berambut panjang itu memiliki aktifitas. Meskipun, dia harus kesurupan selama menari. Namun, hal itu sama sekali tidak membuatnya keberatan. ’’Kalau sudah terpilih ya harus mau, namanya juga masih keturunan,’’ katanya.
Selama menjadi penari, Suidah harus menari selama lima jam dalam kondisi tidak sadar. Memakai omprog, kemben dan sewek dia harus menari berkeliling pentas. Memasuki ritual tundik, dia melempar selendang ke arah penonton. Siapa yang menerima selendang itu, dia yang harus menari bersama Suidah.
Suidah mengatakan sebelum memakai omprog, dirinya masih keadaan sadar. Namun, apabila sudah bau dupa dan memakai omprog dia terasa didatangi oleh seorang perempuan cantik. Memakai kemben berwarna hijau dan sewek serta memakai selendang yang dibalutkan ke pinggulnya. ’’Setelah itu, saya tidak ingat lagi. Pokoknya seperti orang jalan –jalan tapi tidak sampai - sampai,’’ katanya.
Setelah menari, Suidah seringkali merasa capek. Namun, hal itu tidak dia rasakan. Yang paling penting, menurutnya adalah agar desanya terbebas dari marabahaya dan selalu dilindungi oleh Tuhan apabila menggelar ritual adat Seblang.
Sementara itu, Yuni menceritakan bahwa sudah menjadi kewajiban seorang anak gadis di desa itu menjadi penari seblang. Dirinya dulu juga demikian, harus mau dan melakoni apa yang sudah menjadi tradisi adat di desa tersebut. Selama menjadi penari seblang, dia dulu juga putus sekolah. ’’Kadong bengen, mulo sitik wong hang sekolah (kalau zaman dulu, orang bersekolah itu masih sedikit). Kadong saiki akeh, isun sekaken ambi Suidah kepengen sekolah (kalau sekarang orang yang sekolah sudah banyak. Saya kasihan melihat suidah yang ingin bersekolah,’’ katanya.
Menurutnya, apabila sudah terpilih menjadi penari seblang otomatis akan bisa kerasukan roh halus dengan sendirinya. Yang penting, nerimo dan ikhlas apabila terpilih menjadi penari seblang.
Namun, apalah daya keterbatasan ekonomi membuat Yuni tidak bisa menyekolahkan Suidah ke jenjang SMP. Padahal, sebagai seorang nenek dia memiliki keinginan untuk menyekolahkan Suidah. ****